Minggu, 10 Juni 2012

Pengertian dari Konseling Mikro dan Konseling Makro dalam Wawancara
Menurut beberapa ahli, wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (tanya jawab) secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung (I. Djumhur dan Muh.Surya, 1981:50), sedangkan menurut Dewa Ketut Sukardi (2000:159) wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab antar interviewer (penanya) dengan interviewee (responden), atau dengan kata lain dalam wawancara terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a.   Pertemuan tatap muka (face to face)
b.   Cara yang dipergunakan dalam wawancara adalah cara lisan
c.   Pertemuan tatap muka itu mempunyai tujuan tertentu
Berdasarkan pengertian di atas, pengertian wawancara secara umum mengandung beberapa aspek atau unsur-unsur antara lain:
a.   Proses tanya jawab (percakapan)
b.   Melibatkan dua pihak (interviewer dan interviewee)
c.   Komunikasi verbal dan non verbal
d.   Informasi
Jadi dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan proses tanya jawab (percakapan) antara interviewer dan interviewee untuk mendapatkan suatu informasi yang dilakukan melalui komunikasi verbal dan didukung oleh komunikasi non verbal, yang mempunyai tujuan antara lain:
a.   Pengumpulan data
b.   Penyampaian informasi
c.   Penempatan
Sedangkan wawancara dalam konseling  merupakan bagian dari proses konseling dan berperan penting untuk keberhasilan atau sebaliknya kegagalan pada konseling pada konseling itu sendiri. Melakukan wawancara membutuhkan ketrampilan tersendiri dan tentunya pengalaman- pengalaman praktis di samping juga  menyenangi profesinya. Menurut lvey, et al (1987) menguraikan bahwa wawancara dapat dirumuskan sebagai metode pengumpulan data dan menjadi ciri dalam pengumpulan keterangan di lembaga-lembaga yang berhubungan  dengan kesejahteraan,ketenaga kerjaan,penempatan dan konseling mengenai karier. Menurut lvey, et al di atas ada lima tahapan struktur wawancara sebagai berikut :
1. Rapport
Ditandai dengan ucapan berbasa basi seperti : Apa kabar? Tahapan ini diikuti dengan rencana yang akan dilakukan terhadap  dan dengan klien, serta membawa klien merasa enak menghadapi pewawancara.
2. Pengumpulan Data
Tahap untuk merumuskan masalah dan mengidentifikasikan hal-hal yang bisa dilakukan dan diberikan kepada klien. Mengetahui mengapa klien sampai datang  untuk wawancara dan bagaimana klien menilai atau memandang masalahnya.
3. Menentukan Hasil Sesuai dengan Arah Kemana Klien Inginkan
Mengetahui apa yang dikehendaki klien dan bagaimana kelak kalau persoalan sudah diatasi. Tahap yang penting bagi pewawancara untuk mengetahui apa yang dikhendaki klien dan yang senada atau tidak bertentangan dengan apa yang secara rasional dipikirkan oleh pewawancara.
4. Mengemukakan Macam-macam Alternatif Penyelesaian Masalah
Diarahkan pada apa yang klien tentukan setelah menentukan dari macam-macam alternatif. Sering kali melibatkan penelaahan yang panjang mengenai dinamika-dinamika pribadinya dan merupakan tahapan yang berlangsug paling lama.
5. Generalisasi dan Pengalihan Proses Belajar
Untuk memungkinkan klien mengubah cara berpikirnya, proses belajarnya, perasaannya dan prilakunya dalam kehidupan sehar-hari. Wawancara ini jelas sudah berfungsi sebagai proses konseling itu sendiri.
Sedangkan konseling mikro adalah proses wawancara konseling dimana konselor menggunakan teknik-teknik dasar atau ketrampilan dasar dalam melakukan wawancara yang dilakukan oleh konselor seperti attending, paraphrasing, dan reflecting dalam proses konseling.
Dan makro konseling adalah proses wawancara konseling yang menggabungkan proses mikro yang berupa penerapan teknik dasar atau ketrampilan dasar serta teknik khusus konseling yang menjadi warna dan cirri khas dari sebuah pendekatan atau model konseling sehingga nampak warna sebuah pndekatan atau model tertentu dalam proses konseling.
2. Efektivitas Konselor dalam Wawancara Konseling
Proses konseling yang mendalam dan efektif akan membantu klien untuk berkembang secara optimal. Sebaliknya jika proses konseling berjalan tidak efektif dan kurang mendalam, maka sudah dapat dipastikan akan gagal mencapai tujuan dan bahkan dapat merusak klien.
Konselor juga mempunyai kemampuan untuk melihat bagaimana keadaan klien saat ini, dan dapat memilih intervensi yang sesuai strategi dan teknik. Untuk menunjang kemampuan dan ketrampilan konselor perlu kepribadian yang empati.
Empati merupakan kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berpikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan bersamaan dengan attending, karena tanpa perilaku attending tidak akan ada empati. Empati amat dekat dengan dimensi-dimensi konselor lainnya, seperti :
  1. Positive Regard (menghargai dengan positif)
Upaya untuk membantu klien agar dapat berubah, seorang klien harus percaya bahwa klien itu dapat berubah. Agar klien berubah, seorang konselor harus memilih sikap positive regard yaitu perhatian terseleksi terhadap aspek-aspek positif dari pada ucapan dan perilaku klien.
  1. Respect dan Warmth (hormat dan hangat)
Konselor yang efektif selalu bisa hangat, senang, dan respek terhadap orang lain atau klien. Adapun beberapa cara positif untuk mengkomunikasikan rasa hormat yaitu:
  1. Dengan cara memperkaya (enhancing)
  2. Dengan menghargai walaupun beda pendapat (apresiasi)
  1. Warmth (rasa hangat)
Pada prinsipnya warmth berhubungan erat dengan empati. Warmth (rasa hangat) dapat didefinisikan sebagai suatu sikap emosional terhadap klien, yang dinyatakan dengan cara nonverbal dan didukung dengan verbal.
  1. Concreteness (kekonkritan-bersikap konkrit)
Dalam hubungan konseling, sering klien datang dengan keluhan yang samar-samar (tidak jelas), dan kadang-kadang bermakna ganda. Tugas konselor yang efektif adalah memperjelas dan memahami ide-ide dan masalah yang samar-samar yang dikemukakan klien dengan cara mengetahui secara konkrit atau spesifik apa yang telah terjadi dan yang terjadi dalam kehidupan keseharian klien.
  1. Konfrontasi
Konfrontasi didalam proses konseling didefinisikan yaitu: memumjukkan adanya perbedaan-perbedaan antara sikap-sikap, pemikiran-pemikiran, atau perilaku-perilaku. Dalam teknik konfrontasi klien dihadapkan langsung dengan fakta, dimana klien mungkin mengatakan lain dari pada yang dia maksud.
  1. Genuineness, Congruence, Authenticity (keaslian, jujur, otentik)
Dalam hubungan konseling, seorang konselor harus tampil asli, jujur, dan  juga pribadi yang terintegrasi. Dia juga bisa tampil bebas dan mendalam, dan sadar atas dirinya sendiri.
3. PROSES WAWANCARA KONSELING
1. Pembukaan
Diletakan dasar bagi pengembangan hubungan antar pribadi (walking relationship) yang baik,yang memungkinkan pembicaraan terbuka dan terarah dalam wawancara konseling.
Hal- hal yang dilakukan konselor:
a.   Membangun hubungan pribadi antara konselor dan konseli
b.   Menyambut kedatangan konseli dengan sikap ramah.
c.   Mengajak berbasa – basi sebentar.
d.   Menjelaskan kekhususan dari wawancara konseling.
e.   Mempersilahkan konseli untuk mengemukakan hal yang ingin dibicarakan.
2. Penjelasan masalah
Konseling mengemukakan pikiran dan perassaan yang berkaitan dengan hal yang ingin dibicarakan.
Hal yang perlu dilakukan konselor:
a.   Menerima ungkapan konseli apa adanya serta mendengarkan dengan penuh perhatian.
b.   Menentukan jenis masalah dan pendekatan konseling yang sebaiknya diambil.
3. Penggalian Latar Belakang Masalah
Karena dalam proses kedua, konseling belum menyajikan gambaran lengkap mengenai kedudukan massalah, diperlukan penjelasan, ungkapan, pikiran, perasaan yang lebih mendetail dan mendalam supaya kedudukan masalah menjadi lebih jelas. Hal yang perlu dilakukan konselor adalah menganalisis kasus sesuai dengan pendekatan konseling yang disiplin.
4. Menyelesaikan Masalah
Dalam fase analisis kasus di atas, konselor dan konseli membahas bagaimana mengatasi masalah. Konseli ikut berpikir, memandang dan mempertimbangkan. Hal yang perlu dilakukan konselor adalah berusaha agar dalam diri konseli terdapat p[erubahan dalam sikap dan pandangan, juga merencanakan tindakan konkret untuk dilaksanakan sesudah proses konseling selesai.
5. Penutup
Bilamana konseli telah merasa mantap tentang penyelesaian masalah yang ditemukan bersama dengan konselor, maka proses konseling berakhir.
Biasanya konselor mengambil inisiatif dalam memulai proses penutup ini yaitu
a.   Memberikan ringkasan jalannya pembicaraan
b.   Menegaskan kembali ketentuan atau putusan yang diambil
c.   Memberikan semangat
d.   Menawarkan bantuan jika kelak timbul persoalan baru
e.   Berpisah dengan konseli.
 Daftar Pustaka:
Djumhur, I dan Moh. Surya. 1981. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV Ilmu.
Gunarso, Singgih D, 1992. Konseling dan Psikoterapi, PT BPK Gunung Muria : Jakarta.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:Rineka Cipta.
Sukardi, Dewa Ketut. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Walgito, Bimo. 1989. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Andi Offset.
Winkel, W.S. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo.
Willis, Sofyan, 2010. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta.
http://animenekoi.blogspot.com/2011/06/wawancara-konseling.htmld